Kamis, 31 Maret 2016

TIPS ANTI GALAU SAAT BAGI-BAGI TABUNGAN



DEAR BAPAK-IBU GURU, 

Apa kabar? Semoga selalu sehat dan tetap semangat dalam menjalankan aktivitas.

Tidak terasa, ya. Tinggal beberapa bulan lagi akan berakhir tahun pelajaran 2015-2016. Biasanya para guru sudah sangat sibuk menyusun kegiatan tutup tahun. Sibuk Membuat soal, persiapan acara perpisahan, dan lain sebagainya. Diantara sekian banyak kegiatan yang menguras tenaga dan fikiran, ada hal lain yang paling membuat para Guru senewen siang dan malam.
Apakah itu?
Sst…! Ini rahasia. Cukup kita saja yang tahu,ya! (he..he…)

Sebenarnya, bukan rahasia juga, sih! Toh, ini sudah menjadi rahasia umum dan sering terjadi dari tahun ke tahun. Dari awal maret  sampai dengan saat ini, sebagian Guru sudah mulai pusing tujuh keliling memikirkannya. Mikirin apa, sih??

YEAH! Betul sekali! Tabungan oh Tabungan.

Bagi Wali Murid pembagian tabungan itu sesuatu yang paling ditunggu. Berbeda halnya dengan para guru yang mendapat amanah memegang uang Tabungan siswa, saat-saat pembagian tabungan menjadi masa paling mendebarkan dan menakutkan.  Andai waktu bisa diulang, ingin rasanya balik lagi saja ke Semester awal.

Waktunya sudah semakin sempit, sementara uang tabungan banyak yang  selip. Dari mulai puluhan ribu hingga puluhan juta. Entah karena kepepet  atau  kejepit, yang pasti tabungan murid membuat keadaan jadi rumit. Rasanya kepala pecah bagai dihantam dinamit.

Kalau sampai tabungan telat dibagikan, sudah pasti  jadi bahan omongan. Wali murid tidak akan perduli untuk apa uang mereka digunakan, yang pasti kalau sudah saatnya dibagikan, uangnya harus sudah  ada, sesuai dengan catatan di buku tabungan.

So,What should we do?
Apa yang akan kita lakukan?

Ya! Mulai, deh grasa grusu nyari sambitan. Ada yang  sibuk nyari pinjaman, jual emas dan perabotan, sampai-sampai motor kreditan pun “disekolahkan”.

Setiap tahun kejadian seperti ini sering terulang. Ada yang menjadikannya sebagai pelajaran agar jangan sampai terulang, ada pula yang justru setiap tahunnya  selalu mengalami hal serupa, bahkan  parahnya, kadang jumlahnya semakin besar dari tahun-tahun sebelumnya.  Misalnya, jika tahun ini hanya selip satu sampai dua juta, ditahun berikutnya malah meningkat jadi Sepuluh sampai Dua Puluh Juta.

Agar saat pembagian tabungan jadi hal yang menyenangkan dan tidak jadi beban fikiran, berikut ini tipsnya:

1.       JANGAN TERGODA
Konon kata orang, uang itu rasanya manis. Ketika seseorang memegang uang hasrat dan keinginannya untuk membeli sesuatu sulit dikendalikan. Tabungan siswa yang dititipkan kepada kita adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Sekali saja kita tergoda untuk memakai uang tabungan siswa, maka seterusnya kita akan merasa tanpa dosa saat menggunakannya untuk kebutuhan pribadi.

Contoh sederhana:
Ketika  berniat membeli sesuatu, ternyata tidak ada uang kecil atau recehan. Kebetulan ada uang tabungan, akhirnya kita pakai uang tersebut.  Setiap ada kebutuhan, uang tabungan jadi andalan.
Sekali dua mungkin jumlahnya tidak seberapa, tapi ketika itu menjadi kebiasaan,lama kelamaan kita melakukannya seolah tanpa beban. Tidak heran ketika tabungan akan dibagikan, kita jadi kelimpungan. 

2.       SIMPAN TABUNGAN DIBANK

Sebaiknya uang tabungan kita simpan di Bank. Ini untuk mengantisipasi agar tidak tergoda untuk memakainya. Jika tidak sempat ke Bank setiap hari, minimal setiap akhir bulan disetorkan.
Lakukan pengecekan dan penyesuaian setiap akhir bulan agar kita tahu saldo tabungan anak  secara keseluruhan. Apakah sudah sinkron antara tabungan anak dengan saldo di Bank? sesuaikan juga dengan catatan yang kita miliki. Terkadang catatan dibuku tabungan anak bisa kurang atau bahkan lebih. 
     
3.       JADWALKAN WAKTU PEMBAGIAN TABUNGAN SESUAI RENCANA.

Rencanakan dengan matang kapan  uang tabungan akan dibagikan. Jangan sampai setelah diumumkan dan ditetapkannya jadwal, saat pembagian malah dimundurkan. Hal ini tidak hanya akan membuat wali murid kecewa, tapi juga memperburuk citra anda dimata mereka.

Misalnya saja kita akan membagikan tabungan siswa diakhir bulan Mei ,  Maka sebaiknya dari awal April sudah dilakukan rekapitulasi pemasukan dan pengeluaran. Lakukan pengecekan dan penyesuaian.  Stop siswa menabung  minimal sebulan menjelang pembagiannya  untuk menghindari kekeliruan dalam pencatatan. Juga mengantisipasi ketika uang terpakai, kita masih punya banyak  waktu untuk mengganti uang tabungan.

Demikianlah tips dari kami. Semoga bermanfaat.




Minggu, 13 Maret 2016

PETANI KOPI ITU GURUKU

Apa yang dilakukan seorang guru jika murid-muridnya menjadi brutal, liar, nakal dan membuat semua orang disekitarnya menjadi kesal dan sebal? (Hihihi… seperti lagu sun go kong, ya!).

 Apa pula yang dilakukan seorang guru jika muridnya sama sekali tak menghormatinya, tak mau mendengarkan nasehatnya, bahkan parahnya lagi, merasa dirinya jauh lebih pandai dan lebih hebat dari gurunya?
Ketika murid melakukan kesalahan, tindakan kriminal yang diluar batas kewajaran disekolah misalnya; berkelahi dengan teman, pelecehan seksual, pesta narkoba di Sekolah, dan lain sebagainya,  khalayak pun lantas bertanya : “Dimanakah gurunya saat itu? Siapa gurunya? apa yang diajarkan sang guru kepadanya? Pelajaran apa yang ia dapatkan disekolahnya? Mengapa ia begini? Mengapa ia begitu?

Ya!Guru selalu menjadi sorotan utama dari setiap kesalahan yang dilakukan muridnya. Namun jika ada murid yang berprestasi, yang ditanyakan bukan siapa gurunya,tapi siapa Orangtuanya.
"waah..!hebat!anak siapa,ya?"
Dewasa ini berita negatif lebih banyak diangkat daripada cerita tentang murid atau guru yang berprestasi dan mengharumkan Negeri ini. Entahlah! Mengapa cerita yang mengundang kontroversi lebih memikat daripada cerita tentang kebaikan yang mendamaikan.

Nah, daripada baca yang kontroversial terus, lebih baik kita berbagi cerita dan pengalaman yang mendamaikan. Saya tuliskan kisahnya dalam CATGU: Catatan Guru.

Ini adalah kisah seorang murid, yang mengagumi sosok gurunya sebagai panutan. Seorang guru yang merubah muridnya yang brutal, keras kepala dan suka menentang gurunya, justru mejadi Guru seperti Meskipun kini telah tiada, namanya selalu disebut dalam setiap do’a.
Keharuman namanya, ilmunya, perilaku dan akhlaknya terkenang sepanjang masa.
 Dengan kebersahajaannya, kesederhanaannya, juga ketinggian akhlak dan prilakunya, saya menjadikannya guru teladan.

Saya menyebutnya “Bapak Peracik Kopi”. Beliau adalah mantan Pejabat Kementrian Agama di sebuah Provinsi di Pulau Sumatera, meskipun menduduki jabatan penting namun memilih mengundurkan diri. Beliau lebih memilih hidup bersahaja dan sederhana sebagai Guru Ngaji di Kampungnya, sambil berkebun kopi sebagai mata pencahariannya.

 Sepengetahuan saya, adalah kewajiban bagi murid untuk selalu taat, hormat dan patuh pada Guru. Menghormati Guru berarti menghormati ilmu. Tidak menghormati dan tidak menghargai guru berarti tidak menghargai ilmu.
Tapi Sebagai seorang Guru, Bapak peracik kopi ini mencontohkan hal yang sangat diluar nalar dan diluar kebiasaan. Dia tak berharap sang murid menghormatinya. Sebaliknya, beliau sangat menghargai dan menghormati murid-muridnya. Bersikap sangat santun dan tak pernah memarahi muridnya sekalipun sang murid membangkang dan mengkritisi apa yang disampaikannya.

 Pernah saya bertanya banyak hal kepadanya. Tatkala yang disampaikannya itu tak sesuai dengan apa yang saya ketahui, saya akan membantah habis-habisan dan mencecarnya dengan begitu banyak pertanyaan dan pernyataan yang menyudutkan.
 Saat itu seolah-olah saya ingin menunjukan bahwa saya juga seorang guru, punya banyak ilmu dan tahu banyak ilmu. Beliau sama sekali tidak marah. Dengan sabar dan ucapan yang santun dijawabnya semua pertanyaan yang berkecamuk dibenak saya. Bahkan beliau tak segan meminta maaf jika apa yang disampaikannya tak sesuai.

 Selama menjadi seorang guru, saya tahu bagaimana sakit hati dan jengkelnya ketika seorang murid banyak membangkang dan membantah. Jujursaja, saya seringkali jengkel ketika murid mulai banyak bertanya dan mengkritisi saya. Saya merasa seolah-olah mereka ingin menjatuhkan harga diri saya sebagai guru, sehingga nampak jelaslah kebodohan saya dimata mereka.

Saat hal itu saya ceritakan pada Bapak peracik kopi, dengan tersenyum beliau berkata:
 “Nak, bagaimana murid-murid mu akan menghargai dan menghormatimu jika kamu tak mau menghormati mereka?”
"bagaimana murid-muridmu bersikap santun dan bersikap lemah lembut jika kamu masih sering bersikap keras dan kasar saat berbicara dengan mereka? “ Saya terdiam. Merasa tersindir dengan ucapannya.
 Sesaat beliau menatap saya,tersenyum, lalu kembali berujar:
 “nak, sejatinya seorang guru adalah sing di gugu lan ditiru. Soko Guru. Tingkah laku dan ucapan Guru akan membekas dihati murid-muridnya. Mereka belajar dari apa yang mereka rasa, mereka lihat, dan mereka dengar.
 Jangan menjadi Guru yang ingin dihormati dan dihargai, tapi sikap dan perilakumu kasar dan arogan. Jangan menasehati murid untuk tidak berkelahi, sedangkan kita sebagai Guru masih suka memukul murid saat sang murid melakukan kesalahan. “

 Saya terkesiap. Ucapan Bapak Petani Kopi ini sungguh tajam dan menggores hati. Saya merasa ditampar puluhan tangan.Tangan murid-murid sayakah?
ah, entahlah! Yang pasti, ucapannya begitu menembus tajam ke ulu hati.. Tubuh saya bergetar hebat.

Saya merasa apa yang dilakukan selama ini sudah benar, karena saya meniru cara Guru saya dahulu mendidik dan mengajar selama ini. Saya memang tak pernah memukul murid-murid. Hanya saja, secara sadar ataupun tidak, saya seringkali meluapkan emosi dan kemarahan saya dengan membentak dan memarahi mereka saat mereka melakukan kesalahan yang ‘menurut saya’ sangat fatal dan tidak bisa ditolerir. Jadi, apa bedanya? Bukankah bentakan kemarahan sama dengan pukulan tangan? Bias jadi perkataan yang tajam justru lebih menyakitkan. Mungkin saja saat diluar kontrol, ucapan dan perkataan saya itu telah menyakiti hati mereka dan terus membekas dalam memorinya sampai mereka dewasa.

 Seharusnya sebagai Guru,saya berkaca dari Murid. Jika ada murid saya yang suka melawan, adakah saya mencontohkan itu dalam keseharian? Jika perilakunya tidak baik, bisa jadi Guru turut andil membentuk karakternya. Guru seharusnya mengajarkan tentang mana yang baik dan buruk, mana yang salah dan benar.

 Guru seharusnya tak hanya mentransfer ilmu. Memaksa murid menguasai pelajaran demi tercapai target pembelajaran. Keberhasilan terbesar seorang guru adalah tatkala ia mampu merubahkarakter muridnya menjadi pribadi yang baik dan berbudi pekerti. Semakin tinggi pendidikannya semakin tinggi pula budi pekertinya.
Prinsipnya; tinggi adabnya tinggilah ilmunya.

Saya belajar banyak hal dari seorang Petani kopi. sosok yang tak ingin dikenal namanya namun keharuman ilmu dan contoh teladan yang ia berikan memikat hati saya dan murid-murid lainnya. Sampai akhir hayatnya pun beliau tetap bangga menjadi Guru, meski secara materi tak tercukupi. Bagiku, guru adalah aku, kamu, mereka,yang setia mendampingi dan terus mengingatkan untuk menjadi manusia yang mulia karena akhlak. Guru adalah dia yang mengajak dan membimbing anak didiknya pada tujuan yang baik dan suci, sampai kepada Tuhan yang Mahasuci. Terima kasih Guruku, Tuan Peracik Kopi.